Evangelisasi tidak harus rumit atau “canggih”, bahkan di tempat-tempat yang sangat sekuler, kata Paus Fransiskus kepada para Jesuit yang tinggal di Belgia, Luksemburg dan Belanda.
“Kita harus terbuka, untuk berdialog dan dalam berdialog dengan kesederhanaan,” kata paus pada 28 September dalam pertemuan dengan para Jesuit di Brussels.
“Dan apa yang membuat dialog bermanfaat adalah pelayanan,” kata Bapa Suci.
Seperti biasa selama perjalanannya ke luar negeri, Paus Fransiskus menghabiskan waktu bersama dengan para Jesuit lokal selama perjalanannya pada 26-29 September ke Luksemburg dan negara tetangganya Belgia.
Dia menjawab pertanyaan yang diajukan para Jesuit, dan transkrip pertemuan tersebut diterbitkan oleh La Civiltà Cattolica, sebuah jurnal Jesuit Italia pada 8 Oktober.
Banyak pertanyaan yang diajukan para Jesuit berkaitan dengan evangelisasi dan misi mereka sebagai Jesuit dalam budaya yang semakin sekuler. Belgia dan Luksemburg secara tradisional merupakan negara Katolik, dan juga Belanda, yang mayoritas penduduknya masih beragama Kristen. Namun, sekularisasi telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
“Seorang Jesuit tidak perlu takut pada apa pun,” kata paus.
Santo Paulus VI menyatakan “dengan jelas apa yang diinginkan Gereja dari serikat itu” ketika ia berbicara dengan para anggota Serikat Yesus tahun 1974, dengan mengatakan di mana pun ada situasi sulit atau rumit, “selalu ada Jesuit,” kata Paus Fransiskus.
“Misi utama para Jesuit [adalah] bergumul dalam permasalahan dunia dan bergumul dengan Tuhan dalam doa,” katanya.
Mereka harus memiliki dua jenis keberanian: “keberanian untuk mencari Tuhan dalam doa dan keberanian untuk maju ke garis depan. Ini benar-benar ‘kontemplasi dalam tindakan’,” katanya, dan ini menandai “hal indah tentang spiritualitas kita: mengambil risiko.”
Namun, katanya, “kita tidak perlu memikirkan hal-hal yang terlalu canggih” sebagai tanggapannya. Ini adalah soal berada bersama Tuhan dan berdoa, dan berkhotbah kepada budaya-budaya “dengan kesaksian, pelayanan dan iman.”
Dialog dan pelayanan sangat penting, katanya. “Sayangnya, saya sering menemukan klerikalisme yang kuat di dalam Gereja sehingga menghalangi dialog yang bermanfaat ini. Dan, yang terpenting, jika ada klerikalisme maka tidak ada pelayanan.”
“Kekuatan Anda adalah komunitas kecil Katolik yang tidak lemah,” katanya.
Ketika ditanya tentang masa depan komunitas paroki tanpa imam karena kurangnya imam yang ditahbiskan, Paus berkata, “Komunitas lebih penting daripada imam. Imam adalah pelayan komunitas.”
Jesuit lainnya bertanya kepada paus bagaimana para anggota Gereja dapat membantu hubungan mereka menjadi lebih “sinodal” dan menemukan rekonsiliasi.
Sinodalitas harus dibangun dari bawah ke atas, kata paus, bukan “dari atas ke bawah.”
“Sinodalitas tidaklah mudah,” katanya, karena “terkadang ada tokoh yang tidak mendorong dialog.”
Seorang imam atau uskup “dapat mengambil keputusan sendiri, tetapi ia dapat mengambil keputusan itu dengan dewannya”.
Rekonsiliasi terjadi melalui sinodalitas. Dan, di sisi lain, “kita tidak bisa menjadi Gereja sinode yang sesungguhnya tanpa rekonsiliasi,” kata paus.
Sumber: Evangelize with dialogue simplicity: pope