Quantcast
Channel: evangelisasi – UCAN Indonesia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 64

Kardinal Kriengsak: ‘Sekularisme’ merupakan wajah setan

$
0
0

 

Tantangan utama yang dihadapi Gereja saat ini adalah sekularisme, demikian Francis Xavier Kardinal Kriengsak Kovithavanij dari Bangkok, yang berani menyebut fenomena wajah setan di dunia modern.

“Ini bukan hanya tantangan bagi Gereja-gereja Asia … seluruh dunia sedang menghadapi tantangan sekularisme,” kata Kardinal Kriengsak pada Jumat.

“Sekularisme adalah iblis gaya baru yang menghadirkan  dirinya dalam dunia modern,” seraya menambahkan bahwa kekuatan jahat membuat tampilan yang menarik daripada tampilan aneh: “Tampilan orang-orang sekularisme  adalah setan yang baik, bukan yang mengerikan”.

Kardinal Thailand itu mengakui bahwa “ada hal-hal yang baik dalam budaya modern,” tapi di sisi lain “orang terlalu mudah mengikuti gelombang sekularisme … dan ini tidak terjadi hanya di Asia, dan sekularisme tidak hanya mempengaruhi umat Katolik”.

Kardinal Kriengsak lahir di Ban Rak, Thailand, tahun 1949, dan belajar di Seminari Menengah Santo Yeseph di Sampran, lalu Universitas Kepausan Urbaniana di Roma. Ia ditahbiskan menjadi imam untuk  Keuskupan Agung Bangkok tahun 1976, dan bertugas di beberapa paroki. Dia juga menjabat sebagai rektor atau wakil rektor beberapa seminari di Thailand, serta seorang profesor. Tahun 2007 ia ditahbiskan sebagai Uskup Nakhon Sawan, dan tahun 2009 diangkat sebagai Uskup Agung Bangkok.

Kardinal Kriengsak adalah salah satu dari 20 uskup yang dilantik sebagai kardinal pada 14 Februari  di Vatikan. Dia adalah salah satu dari 15 kardinal  yang berada di bawah usia 80 tahun, yang memenuhi persyaratan  untuk memberikan suara dalam konklaf. Ia adalah salah satu dari tiga kardial Asia yang diangkat oleh Paus Fransiskus.

“Saya yakin bahwa Paus Fransiskus telah melihat bahwa Asia masih benua Allah, dibandingkan dengan benua lain,  jadi ini adalah saatnya bagi Asia,” kardinal berkomentar.

Para kardinal Asia lainnya yang dibuat selama konsistori bulan ini adalah Uskup Agung Pierre Nguyen Van Nhon dari Hanoi dan Uskup Agung Charles Bo dari Yangon.

“Kami semua bekerja sama dalam Federasi Konferensi-Konferensi Waligereja Asia (FABC), dan kami memiliki banyak kegiatan pastoral bersama-sama,” tegas Kardinal Kriengsak.

Dia menambahkan, “Tahun 2007, saya menyaksikan  tiga juta pengungsi yang berasal dari Burma yang tinggal di Thailand … mereka tidak diberi status pengungsi karena negara Thailand tidak dapat menyediakan untuk kelangsungan hidup mereka, tetapi mereka ada di sana”.

Hal ini mendorong kerja sama  di antara dirinya dan Uskup Agung Bo (kini kardinal): “Saya didorong untuk mendukung pertemuan dari salah satu kegiatan FABC di Burma, dan oleh karena itu kami membentuk tim kerja sama di antara para uskup Thailand dan para uskup Burma.”

Di Thailand, dimana Kristen adalah minoritas yang sangat kecil, prioritas Kardinal Kriengsak, termasuk dialog antaragama, evangelisasi, dan pendidikan Katolik.

“Gereja Katolik di Thailand mencoba untuk membangun jembatan, kami berusaha mendidik masyarakat, memperkuat umat Katolik agar mampu melawan gelombang tersebut,” jelasnya.

Sekitar 93 persen penduduk Thailand beragama Buddha, dan lima persen adalah Muslim. Kristen, yang kebanyakan adalah Katolik, kurang dari satu persen dari populasi.

Kardinal Kriengsak menceritakan, “Sejak Sinode 2012 tentang Evangelisasi Baru, kami kebanyakan difokuskan pada kesaksian hidup. Pertama kami  memberikan  kesaksian melalui  kehidupan kami, dan setelah ini kita bisa mewartakan Injil. Semuanya akan datang, tapi pertama-tama ada kebutuhan untuk kesaksian hidup dalam kelompok-kelompok kecil keluarga Katolik.”

Sumber: ucanews.com

 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 64

Trending Articles