Ketika Paus Benediktus XVI mengumumkan pengunduran dirinya pada Februari 2013, ia mengatakan ia akan terus melayani Gereja “melalui doa-doanya.”
Pada 21 Oktober ketika sekretaris pribadinya, Uskup Agung Georg Ganswein, membacakan pidatonya dengan panjang 1.800 kata yang ditulis oleh dia untuk acara peresmian Aula Magna di Universitas Kepausan Urbaniana.
Universitas itu milik Kongregasi Evangelisasi Vatikan. Aula universitas itu diberi nama beliau sebagai “tanda terima kasih” atas apa yang ia “telah lakukan bagi Gereja sebagai pakar konsili, profesor, Prefek Kongregasi Ajaran Iman, dan akhirnya sebagai Magisterium.”
Dalam pidato tersebut, Paus Emeritus mengatakan bahwa dialog dengan agama-agama lain tak tergantikan untuk menyebarkan Injil kepada non-Kristen, dan ia menentang ide-ide relativistis kebenaran agama sebagai “mematikan iman.”
Dia juga mengatakan motivasi yang benar untuk karya misioner tidak untuk meningkatkan jumlah anggota Gereja, tetapi berbagi sukacita untuk mengenal Kristus.
“Tuhan yang bangkit memerintahkan para rasul-Nya, dan melalui murid-Nya, membawa sabda-Nya hingga ke ujung bumi,” tulis Paus Emeritus Benediktus.”
“Tapi, apakah itu masih berlaku? Saat ini banyak orang di dalam dan di luar Gereja bertanya pada diri sendiri, Apakah misi masih diperlukan pada saat ini? Apakah tidak lebih baik bertemu dalam dialog antaragama dan melayani bersama-sama untuk perdamaian dunia, “Dapatkah dialog menggantikan misi?”
“Bahkan, banyak orang kini berpikir agama-agama harus menghormati satu sama lain. Dalam dialog mereka, menjadi kekuatan umum untuk perdamaian.
“Iman kehilangan karakternya yang mengikat dan semuanya direduksi menjadi simbol belaka,” tulisnya.
“Kita mewartakan Yesus Kristus tidak untuk mendapatkan sebanyak mungkin anggota bagi komunitas kita,” tulisnya, seraya menambahkan, “Kita mewartakan Dia karena kita memiliki kewajiban untuk membawa sukacita yang telah diberikan Dia kepada kita.”
Sumber: ucanews.com