Ini adalah momen bersejarah bagi Gereja Katolik di Mongolia ketika imam pribumi pertama negara itu ditahbiskan pada 28 Agustus. Pastor Joseph Enkh Baatar, 29, bisa menjadi imam lokal pertama yang ditahbiskan di era milenium.
Imam baru itu ditahbiskan di Gereja Santo Petrus dan Paulus di Ulaanbaatar, ibukota negara itu. Acara ini dihadiri oleh sekitar 1.500 orang dan dipimpin oleh Uskup Wenceslao Padilla, Prefek Apostolik Ulaanbaatar.
“Saya berharap Pastor Enkh (akan) menjadi Samaria yang baik untuk orang-orang Mongolia,” kata Uskup Lazzaro You Heung-sik dari Keuskupan Daejeon, Korea Selatan di mana Pastor Enkh dibina dan belajar menjadi imam.
Mongolia memiliki sekitar 1.200 umat Katolik. Gereja Katolik di Mongolia hanya 0,04 persen dari 2,7 juta penduduk.
Tapi, imam muda itu tidak terpengaruh. “Yesus berkata bahwa Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit,” katanya.
“Jika Anda melayani Tuhan dan umat-Nya dengan sepenuh hati, tidak peduli kebangsaan atau umat Anda. Anda adalah bantuan besar dalam evangelisasi, tidak hanya di Mongolia, tetapi seluruh dunia.”
Pastor Enkh mengatakan dia merasa “senang dan terhormat” ditahbiskan menjadi imam, tetapi gagasan bahwa ia adalah seorang imam Mongolia pertama di era milenium adalah berlebihan.
“Sebenarnya para misionaris pertama datang sejak Kekaisaran Mongolia pada abad ke-7 dan mereka mengkonversi banyak suku,” jelasnya.
“Para misionaris Katolik pertama tiba di abad ke-13 selama Dinasti Yuan dan beberapa catatan sejarah mengklaim bahwa ada sekitar 30.000 umat Katolik saat itu sehingga ada kemungkinan banyak pastor… jadi saya tidak menganggap diri saya sebagai imam pribumi pertama.”
Pastor Joseph Enkh Baatar, kanan, saat ditahbiskan oleh Uskup Wenceslao Padilla di Gereja Santo Petrus dan Paulus di Ulaanbaatar.
Jatuhnya Dinasti Yuan dikombinasikan dengan munculnya Dinasti Ming di Tiongkok memberantas umat Katolik di Mongolia selama berabad-abad.
“Ada banyak alasan mengapa ada semacam kesenjangan besar antara pewartaan Injil pertama di Mongolia dan Gereja baru saat ini,” kata Pastor Enkh.
“Mongolia kemudian menjadi sebuah negara komunis tahun 1924 dan Gereja Katolik berhenti penginjilannya pada waktu itu. Setelah jatuhnya komunisme, tiga misionaris pertama kali datang ke Mongolia tahun 1992,” katanya.
Setelah bertahun-tahun komunisme, di mana keyakinan agama ditekan, para misionaris harus mulai dari awal. Mereka pertama kali berusaha membantu penduduk setempat berjuang dengan kemiskinan.
“Gereja Katolik di Mongolia baru berusia 24 tahun dan akan merayakan ulang tahun ke-25 tahun depan,” kata imam baru itu.
“Ini benar-benar membutuhkan waktu dan usaha untuk evangelisasi karena orang Mongolia memiliki akar dalam Tengerisme (agama perdukunan) dan Buddhisme. Orang-orang masih melihat Kristen sebagai agama asing dan bahkan ancaman terhadap budaya mereka.”
Sebelum ia ditahbiskan, Pastor Enkh meraih gelar di bidang bioteknologi dari Universitas Mongolia International. Orangtuanya mengizinkan dia masuk seminari di Daejon, Korea Selatan di mana ia belajar selama delapan tahun.
“Kita membutuhkan lebih banyak imam Mongolia karena mereka akan tahu bagaimana untuk lebih menerapkan ajaran Kristus dan Gereja ke negara kita,” katanya setelah ditahbiskan.
“Kemudian orang Mongolia akan memahami bahwa Katolik bukan agama asing, tetapi sesuatu yang dekat dengan tradisi, budaya serta cara hidup mereka.”
Sumber: ucanews.com